Tugas Etprof

Hotel dan Jogja Asat

 

Berikut adalah film yang berjudul Belakang Hotel. Sebuah film pendek yang mengungkapkan bagaimana dampak pembangunan hotel yang sangat marak di Yogyakarta. Menceritakan mengenai kekeringan yang terjadi di pemukiman di belakang hotel yang kini marak dibangun di Yogyakarta. Ya, Yogyakarta adalah kota pariwisata, dengan berbagai macam objek wisata yang tersebar di berbagai daerah dan juga memiliki banyak sekali macam tempat wisata untuk ditawarkan. hal ini tentu saja menarik jumlah wisatawan yang banyak ke Yogyakarta. Menurut data Badan Pusat Statistik Yogyakarta, sebanyak 327.856 wisatawan lokal dan mancanegara menginap di hotel di D.I.Yogyakarta hanya selama kurun Agustus 2014, naik 35,12% dibandingkan bulan sebelumnya sebanyak 242.643 wisatawan. Namun, sebagian besar wisatawan tersebut menginap pada hotel nonbintang atau memilih usaha akomodasi lainnya.

Sebagaimana data yang dirilis Badan Pusat Statistik DIY pada Oktober 2014, sebanyak 65,24% atau sekitar 213.897 wisatawan lebih memilih menginap pada hotel non bintang atau usaha akomodasi lainnya. Hal ini menujukkan bahwa sebenarnya Jogjakarta tidaklah membutuhkan penambahan jumlah hotel yang cukup signifikan. Sayangnya, Hal ini tidak menjadi perhatian dari pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten. Bahkan untuk kurun waktu 2014 dan 2015 ini saja, akan dibangun 20 hotel baru di Kota Yogyakarta. belum lagi pembangunan apartemen yang mulai marak.

Hal ini pun berdampak pada keadaan masyarakat sekitar. Terdapat banyak kasus keringnya sumur warga akibat pemakaian air yang sangat besar di hotel-hotel yang mulai bermunculan. Jika satu rumah tangga rata-rata membutuhkan 300 liter air, satu kamar hotel membutuhkan air hingga 380 liter. dengan jumlah kamar hotel mencapai 14.000-an untuk hotel berbintang maupun melati bisa dibayangkan berapa besar kebutuhan air hotel tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa amdal ( analisis dampak lingkungan ) yang dikeluarkan masih hanya sebatas surat untuk memuluskan pembangunan gedung baru, bukan sebagai acuan untuk jadi tidaknya membangun di lokasi tersebut.

Sudah semestinya ada langkah yang maju dari pemerintah daerah untuk mulai mengkaji kembali kebijakan mereka. Investor pastinya akan terus berdatangan mengingat masih besarnya potensi Yogyakarta untuk berkembang. Oleh karena itu minat investor untuk berinvestasi di bidang hunian hotel dapat dialihkan untuk membangun fasilitas kota yang lainnya seperti taman kota, lahan parkir yang lebih memadai ataupun transportasi kota yang terpadu. Dengan begitu, bukan hanya pembagunan gedung pencakar langit saja yang kian maju, tetapi juga membangun fasilitas kota yang baik, karena nantinya pembangunan hotel yang gencar ini akan sia-sia bila fasilitas yang ada tidak cukup untuk mengakomodasi pendatang yang hadir di Yogyakarta.

Dan yang terpenting kita tetap harus menaruh perhatian terhadap dampak yang akan terjadi di masyarakat baik lingkungan maupun sosial di masyarakat. Jangan sampai baik pemerintah maupun investor tidak mengakomodir baik pendapat dari masyarakat maupun pakar tata kota. Padahal hakekatnya pembangunan kota itu adalah untuk menyejahterakan warganya, bukan justru sebaliknya.

Semoga tulisan di atas bisa menjadi perhatian kita bersama. Lantas, kalau hanya hotel dan apartemen serta mall yang terus menerus dibangun di Yogyakarta, apa keistimewaan Jogja dibanding kota yang lainnya?

Leave a Reply

Your email address will not be published.